Kambing: Kendaraan Saras Menuju Doktor Muda

Muda, progresif, dan memilih menolak berjarak dengan realitas merupakan gambaran singkat dari Sarasati Windria. Seorang mahasiswi tingkat akhir Jurusan Ilmu Kedokteran Hewan, Program Studi S3 Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Sebelum melanjutkan studi ke jenjang tinggi. Saras terlebih dahulu merampungkan studi pendidikan profesi Dokter Hewan di Universitas Airlangga, Surabaya. Memiliki pengalaman dan kecakapan tinggi di bidangnya, serta lulus dengan hasil memuaskan, ternyata tidak lantas membuat perempuan berusia 28 tahun ini tergiur dengan gemerlap dunia kerja.

Kecintaan, dedikasi serta rasa tanggung jawab keilmuan yang tinggi, telah mengantarkannya ke jalur pendidikan melanjutkan studi doktoral melalui Program Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) yang digawangi oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti.

Sebagai seorang yang memahami betul hal-ihwal dunia hewan dan masih terbuka lebarnya lapangan penelitian di dunia Ilmu Kedokteran Hewan, ternyata tidak menjadikan Saras melupakan kondisi peternakan di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut bisa ditilik dari topik penelitian disertasinya tentang ‘Diagnosis Mastitis pada Kambing’. Suatu penyakit yang sangat merugikan hewan ternak, karena dapat menurunkan atau memengaruhi kualitas dan kuantitas produksi susu pada ternak seperti kambing dan sapi.

Ketertarikannya terhadap spesies kambing menjadi alasan utama dirinya melanjutkan studi ke jenjang Perguruan Tinggi. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa kambing adalah hewan indigenous khas Indonesia. Untuk itulah ia mengikrarkan diri untuk setia melakukan penelitian terhadap kambing.

Fokus penelitian Saras sendiri adalah pada spesies kambing PE atau peranakan etawa (hasil perkawinan antara kambing jamnapari India dan kambing lokal Indonesia). Spesies kambing yang dikenal bertubuh besar dan mampu menghasilkan susu kambing untuk konsumsi manusia.

Bahkan ketika mendapatkan tawaran dari promotornya Prof. Siti Isrina Oktavia Salasia, untuk melakukan penelitian lanjutan cross species bactery di Universitas Hirosima Jepang dalam program Sandwich dari Kemenristekdikti. Saras memilih melakukan penelitian mengenai karakter bakteri staphilococcus aureus yang berguna untuk deteksi dini penyakit mastitis pada kambing di Jepang.

Sepulangnya dari Jepang, kerja sama penelitiannya bersama Prof. Motoyuki Sugai di Universitas Hirosima, tidak lantas terputus begitu saja. Kerja sama penelitian yang sebekumnya telah dilakukan, hingga kini terus dijalankan. Selama di Jepang, Saras mengaku telah banyak mendapat banyak sekali pengalaman berharga, terutama dalam kerja meneliti yang dilakukan secara mandiri. Selain itu, aktvitasnya selama di sana yang terus-terusan berkutat dengan teori dan laboratorium turut serta sikap disiplin di dalam diri Saras.

“Banyak hal penting yang bisa dipelajari di Jepang, terutama yang paling penting adalah budaya risetnya,” ungkapnya.

Target Saras ke depan adalah dapat menghasilkan teori baru tentang tentang diagnosis penyakit mastitis pada kambing. Ia menganggap hal ini menjadi urgenitas tersendiri bagi dirinya. Karena dampak dari penyakit tersebut sangatlah merugikan.

Sebelum berada pada tingkatan ini, impian Saras untuk meraih jenjang akademik tertinggi sempat ia pupus akibat faktor ekonomi. Namun, kondisi sosial dan harapannya yang tinggi untuk membangun kehidupan di lingkungan sekitarnya menjadi baik, akhirnya menjadi pemicu dirinya berani melangkahkan kaki melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.

“Melalui PMDSU ini, setelah bertemu dengan orang-orang hebat di dalam berbagai program seperti Sandwich, saya akhirnya menjadi tahu bahwa dunia keilmuan di luar sana telah bergerak sangat cepat sementara saya masih belum apa-apa,” ujarnya.

Sampai saat ini, selama menempuh studi doktoral, Saras telah berhasil mempublikasikan jurnal ilmiah internasional terindeks Scopus: “Identification of Staphylococcus aureus and Coagulase Negative Staphylococci Isolates from Mastitis Milk of Etawa Crossbred Goat” (dimuat dalam Research Journal of Microbiology); dan “Antibiotic Resistance and Methicillin Resistant Staphylococcus aureus Isolated from Bovine, Crossbred Etawa Goat and Human” (dimuat dalam Asian Journal of Animal and Veterinary Advances).

Sebuah pencapaian yang bila menilik ke latar belakang Saras dibesarkan, akan menjadi sulit untuk percaya. Kambing yang selama ini ia anggap sebagai hewan ternak biasa yang banyak berlalu-lalang di sekitar rumah. Nyatanya, kini, menjadi kendaraan bagi dirinya menuju Doktor muda.

Melalui Program PMDSU ini, Saras berharap ke depannya Indonesia dapat terus maju dan semakin mengembangkan sayapnya di dunia keilmuan internasional, terutama di bidang ilmu pendidikan, pengetahuan, dan teknologi. (indri)

Sumber : http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/index.php/2017/04/05/kambing-kendaraan-saras-menuju-doktor-muda/